
Bale Kertha Adhyaksa Diresmikan di Denpasar, Lengkapi 9 Titik di Seluruh Bali
Inews DENPASAR – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali meresmikan Bale Kertha Adhyaksa ke-9 di Kota Denpasar pada Jumat (13/6/2025). Dengan peresmian ini, seluruh kabupaten dan kota di Bali kini telah memiliki Bale Kertha Adhyaksa sebagai wadah penyelesaian sengketa hukum berbasis kearifan lokal.
Bale Kertha Adhyaksa dirancang sebagai alternatif penyelesaian konflik hukum di tingkat desa dan desa adat, dengan mengedepankan prinsip restorative justice, musyawarah, dan kekeluargaan. Program ini melibatkan kolaborasi antara Kejaksaan, pemerintah daerah, dan lembaga adat di Bali.
Kepala Kejati Bali, Dr. Ketut Sumedana, menyampaikan apresiasi kepada Wali Kota Denpasar I Gusti Ngurah Jaya Negara dan seluruh bendesa adat atas dukungan terhadap program ini. Menurutnya, kehadiran Bale Kertha Adhyaksa di seluruh Bali merupakan langkah besar menuju penguatan hukum yang adil dan berakar pada nilai-nilai lokal.
“Bale Kertha Adhyaksa menyatukan living law dan positive law. Ini adalah bentuk konkret keadilan sosial berbasis budaya. Tujuan akhirnya adalah menciptakan masyarakat Bali yang damai, harmonis, dan berkarakter,” ujarnya dalam siaran pers.
Solusi Sengketa Berbasis Adat, Bale Kertha Adhyaksa Kini Hadir di Seluruh Bali
Sumedana menegaskan bahwa pendekatan seperti ini telah sukses di beberapa negara. Pengadilan menjadi pilihan terakhir setelah berbagai upaya mediasi ditempuh. Ia optimis, jika Bale Kertha Adhyaksa didukung dengan payung hukum daerah (perda) dan terimplementasi maksimal. Bali bisa menjadi role model nasional dalam penyelesaian hukum berbasis adat.
“Manfaatnya luas, tidak hanya mengurangi beban pengadilan, tapi juga menghemat biaya negara dan mempercepat penyelesaian masalah di tengah masyarakat,” jelas mantan Kapuspenkum Kejagung ini.
Baca Juga : Kajati Ketut Sumedana Usulkan Bali Jadi Daerah Istimewa
Bale Kertha Adhyaksa juga menjadi simbol penting dalam menjaga kebudayaan dan kelokalan Bali. Selaras dengan filosofi Desa Kala Patra dan Tri Hita Karana. Kedua konsep ini diyakini mampu membangun masyarakat yang tangguh secara budaya dan hukum.
“Dengan membangun manusia Bali yang berbudi pekerti dan menjaga tanahnya dari alih fungsi yang merusak, kita sedang menjaga Bali agar tetap ajeg,” tegas Sumedana.
Program ini menjadi bagian dari komitmen bersama seluruh elemen di Bali. Pemerintah, masyarakat, dan kejaksaan untuk menciptakan solusi atas berbagai tantangan hukum ke depan.